Premanisme dan Tehnologi

Resensi Buku : Digitarium

Judul Buku : Digitarium
Penulis : Baron Leonard
Penerbit : Akoer
Tebal : 567 hal.
Harga : Rp 68.000

Menyebut tehnologi dan fiksi, tak ayal pikiran kita melayang pada film trilogi The Matrix di mana dikatakan ada dunia lain yang bersinergi dengan dunia nyata. Dunia lain itu yang konon disebut Matrix. Dan kita bisa keluar masuk ke dalamnya melalui jaringan internet atau peralatan komunikasi canggih lainnya. Di dunia itu, virus yang diciptakan para penjahat bisa menyerang logika pikir manusia normal hingga akhirnya merubah jalan hidup (jika tidak mau dikatakan sebagai sejarah) umat manusia secara keseluruhan.

Novel ini, memang tidak serta merta terseret dalam imajinasi The Matrix. Malah pertikaian di dalamnya mengingatkan saya pada dongeng-dongeng mafioso Asia seperti Triad ataupun Yakuza. Pun dengan tokoh-tokoh wanita yang diceritakan mirip dengan tokoh heroine (pendekar wanita) pujaan gamers beberapa waktu lalu ; Lara Croft, yang fasih berbicara soal ilmu-ilmu beladiri kuno ala China, makin mantaplah keyakinan bahwa novel Digitarium ini memang tidak mau berlarut-larut dalam pengadeganan ala The Matrix itu.


Disebutkan ada dua macam kelompok yang berebut pengaruh kekuasaan kejahatan di kota Jakarta ini beberapa tahun mendatang yakni Alpha & Omega dan Legion. Peperangan antar keduanya tidaklah frontal melainkan melalui beberapa aksi pembunuhan tokoh-tokoh pentingnya. Dalam kasusnya, tokoh yang dibunuh adalah tokoh yang dicurigai hendak berpindah dari Legion ke Alpha & Omega. Juga sebaliknya. Pembunuhan mereka, dilakukan dengan menyewa "assassin" yang sangat menguasai tehnologi dan ilmu bela diri yakni dari kelompok DiverS. Kelompok ini bisa ditemui dari pergaulan di dunia maya.

Alur maju mundur yang digunakan oleh penulis sedikit membuat pembaca merasa terjebak dalam labirin, hingga akhirnya (seperti kata sagangan dari Kafi Kurnia di sampul belakang) harus menuntaskan pembacaan untuk bisa memahami apa sebenarnya yang terjadi di sana. Rahasia para DiverS itu sendiri yang pada akhirnya menarik untuk dicermati dalam kisah ini.

Pada awalnya ada kesulitan tersendiri untuk mengungkapkan apa sebenarnya yang dituliskan dalam perintah dan pesan yang dilakukan oleh para DiverS. Tetapi berbekal pengalaman mengikuti beberapa kali kontes di sebuah forum teka-teki ternama di dunia maya, saya sarankan kepada pembaca untuk menyanding telepon genggam ketika menemukan rentetan angka yang diketikkan para DiverS di komputer atau PDA mereka. Walaupun memang masih membingungkan. Tapi inilah intermezzo dari penulis untuk semakin menegangkan otak pembaca.

Sayangnya, penulis belum bisa menterjemahkan alasan paling mendasar kenapa Alpha & Omega sangat menginginkan Legion hancur juga sebaliknya. Justru dia terjebak untuk sangat berhati-hati menyembunyikan identitas para DiverS hingga akhir cerita. Padahal untuk konflik sepelik ini, sangat dirasakan perlu mengungkap (misalnya) betapa jahatnya pekerjaan orang-orang di Legion itu atau betapa agungnya nilai-nilai yang ingin diterapkan oleh Alpha & Omega di kota Jakarta tercinta ini. Seandainya begitu pun, mengapa mereka tidak memberikan bukti-bukti kejahatan pihak lawan kepada pihak berwajib? Bahkan seorang kapten (setahu saya sudah tidak ada bahasa jabatan kapten ini di kepolisian, jadi Inspektur ya?) Polwan harus menemukan ajalnya gara-gara pembocoran identitas seorang Legion oleh seorang DiverS.

Dedy Tri Riyadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan-Pesan Subliminal dan Penyair Sebagai Medium

Penyair sebagai Saksi dan/ atau Puisi Sebagai Kesaksian - Ulasan Buku "Nanas Kerang Ungu" Ferdi Afrar

Malaikat Cacat