Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Pesan-Pesan Subliminal dan Penyair Sebagai Medium

Judul buku : Pemanggil Air , kumpulan puisi Penulis : Jamil Massa Penerbit : Basabasi Cetakan I : Februari 2017 Hal : 112 hal … Saya bukan bulan bukan bunga pun tapi biarkan saya berjalan bersamamu agar kau tidak sendirian menatap burung-burung, gunung-gunung, dan awan yang sendirian itu. Ah, siapa yang sendirian? Saya punya bayang-bayang. (Mabuk Bersama Li Bai) Jamil Massa dalam pengantar pada buku ini menyebut tanggomo dan wungguli,yang merupakan dua dari banyak langgam tradisi lisan di Gorontalo di samping sumber-sumber lain untuk menuliskan puisi-puisi dalam buku berjudul Pemanggil Air ini. Sementara di awal-awal pengantar, Jamil Massa juga menyatakan bahwa ia menyoal aneka macam isu dengan pelbagai hal, termasuk hikayat. Dua hal yang saling berkait ini menunjukkan bahwa yang Jamil Massa lakukan dalam berpuisi adalah berbicara secara tidak langsung pada isu yang dia rasa, lihat, baca, dan sebagainya yang ingin dia ungkap dengan cara menyandingkan, atau menurut istilah

Malaikat Cacat

Judul buku    :      Malaikat Cacat Penulis            :      Sam Haidy Penerbit         :      Indie Book Corner Cetakan I        :      2017 Hal                    :      64 halaman Ada 51 puisi di dalam buku tipis ini. Uniknya, penulis menggunakan dua bahasa yaitu Indonesia dan Inggris dalam menyusun puisi-puisi itu. Setidaknya, ada 17 judul puisi ditulis oleh Sam Haidy dalam bahasa Inggris dalam buku ini. Rata-rata 51 puisi yang ada dalam buku ini adalah puisi berukuran pendek. Bahkan ada puisi yang jika dilakukan paraphrase sebenarnya adalah satu kalimat saja. Seperti puisi berjudul “Expansion” berikut; Expansion Master Of Unimportant Issue Memahami puisi pendek tentulah sebenarnya sesuatu yang pelik, mengingat puisi pendek ditulis atau dibuat karena penulis harus benar-benar menyadari bahwa kata-kata yang jumlahnya sedikit itu adalah sesuatu yang punya daya ledak hebat di dalam pikiran pembacanya kelak. Bukan hanya itu, sintaksis (hubungan ant

Penyair sebagai Saksi dan/ atau Puisi Sebagai Kesaksian - Ulasan Buku "Nanas Kerang Ungu" Ferdi Afrar

A.     Penyair sebagai Saksi Carolyn Forche – ketika membahas puisi-puisi Miklós Radnóti, seorang penyair Hongaria yang dieksekusi dalam peristiwa Holocaust – menyatakan bahwa puisi adalah catatan pengalaman sekaligus penguatan dalam kerinduan atau keputusasaan, bukan sebuah jerit tangis mencari simpati, tetapi lebih seperti panggilan untuk kekuatan diri. Ketika membaca, puisi-puisi yang disodorkan Ferdi Afrar, ingatan akan pengertian puisi sebagai kesaksian itu berulang. Apalagi, ketika bertemu dengan puisi berjudul Pengabar , yang saya nukilkan sebagian; kami rajin mengusap kaca jendela dari sisa embun agar tak ada yang rabun dari debu agar tak ada yang meragu agar tak ada yang luput dari kekuatiran. pada kordennya kami lubangi, dengan hati-hati kami kucur-kacirkan air mata, untuk menyambutmu. Meskipun puisi di atas tidak menceritakan suatu peristiwa atau kejadian, dan malah berpusat pada aku lirik yang sedang melakukan tugasnya, tapi hal ini justru seo

Sebuah Kerinduan pada "Cinta itu Salib" Yosman Seran

Love is that liquor sweet and most divine, Which my God feels as blood; but I, as wine. The Agony, George Herbert Cinta yang Tak Wajar Ironi dan paradoks adalah permainan makna di dalam puisi. Dua hal inilah yang tampak jelas ketika membaca puisi-puisi Yosman Seran.   Hal yang bermakna indah, dituliskan dengan begitu mengerikan, atau sebaliknya. Sebutlah yang berikut ini; ibu, di matamu kutemukan tuhanku // terbaring kaku dan beku ( Ada Tuhan di Matamu ), atau yang ini; cantik itu salib // tempat air mata meleret menjerit ( Cantik itu Salib ), dan masih banyak lagi yang seperti itu di dalam puisi-puisi Yosman Seran dalam kumpulan puisinya yang bertajuk Cantik itu Salib ini. Agaknya, hal-hal ironis dan paradoks itu dimulakan dari puisi pertama yang berjudul Orang Gila , karena tanpa kegilaan maka sesuatu akan dipandang selalu selaras. Gila dalam tulisan ini sebetulnya bermakna sangat positif, apalagi dalam puisi itu secara gamblang dikatakan “ mencintaimu ada