IA DINAMAI PEREMPUAN, Penceritaan Ulang Kisah Para Perempuan dalam Alkitab dengan Gaya Berbeda

Sebuah Telaah Ringan Kumpulan Puisi Ita Siregar



TUHAN sebagai entitas tertinggi dalam agama samawi kerap dipanggil dengan nama sandang maskulin, baik sebagai Bapa, Elohim, atau Eloah. Meskipun ada yang yakin bahwa "Allah" itu kata dengan bentuk feminin.
Pandangan bahwa agama samawi bersifat patriarkis ditebalkan dengan banyaknya nabi, imam, rasul, hakim yang hampir seluruhnya laki-laki. Demikian juga garis keluarga juga memandang pada nama laki-laki sebagai kepala rumah tangga, kepala suku, raja, atau pendiri kaum.
Mungkin karena inilah, dirasa perlu untuk "membuka kembali" kitab-kitab suci untuk menunjukkan kekeliruan pandangan tersebut. Atau, memang perlu melakukannya untuk mengingatkan akan tokoh-tokoh perempuan yang bertebaran namanya di dalamnya.
Maka, muncullah Kumpulan Puisi karya Ita Siregar yang berjudul Ia Dinamai Perempuan yang terbit tahun 2020 oleh penerbit Navpress Indonesia. Mengingat ada 54 (bahkan 55, karena ada dua dalam satu judul puisi) nama perempuan dalam kumpulan puisi ini, menurut saya, kata ganti orang ketiganya lebih tepat "Mereka" daripada "Ia."
Di dalam alkitab, dari 39 kitab-kitab Perjanjian Lama (menurut kanon kristen protestan) hanya ada dua kitab dengan nama perempuan yaitu Rut dan Ester. Sedangkan kitab-kitab dan surat-surat dalam Perjanjian Baru sama sekali tidak ada yang menggunakan nama perempuan. Bahkan, setelah kenaikan Isa Al Masih naik ke surga pun, kabar berita tentang Bunda Maria, ibunya tidak pernah secara jelas diceritakan dalam kitab-kitab Alkitab itu.
Barangkali, karena inilah, kumpulan puisi ini dibuka dengan puisi berjudul "ibu maria", demikian bunyinya;
ibu maria
terima kasih telah
menerima yesus apa adanya
hingga citacitanya menjadi
juru selamat
tercapai
Melalui puisi ini, ada semacam gugatan, kalau boleh dibilang demikian, selaras dengan yang Ita tulis pada halaman depan bahwa kumpulan puisi ini ditujukan untuk semua dan setiap perempuan, dengan cara menyatakan porsi yang lebih besar dari pihak perempuan atas peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain, puisi ini hendak menyampaikan bahwa tanpa ada peran dari Bunda Maria, maka Yesus tidak akan sampai pada posisi-Nya. Pendapat semacam itu, dalam katolisitas sudah menjadi bagian dari iman, karenanya adalah devosi terhadap bunda maria. Dan hal ini berbeda di dalam kristen protestan.
Maria yang lain, yang sering sekali dihubungkan dengan Yesus Kristus adalah Maria Magdalena. Dalam puisi berjudul "maria dari magdala" Ita mengetengahkan tentang sekolah anak manusia, yang jika itu dipandang sebagai metafora dari kehidupan akan sangat selaras mengingat sekolah itu berlangsung 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Barangkali, melalui puisi ini, Ita mencoba menjelaskan bahwa Yesus menjadikan Maria Magdalena ini semacam patron bagi manusia untuk menjalani kehidupan, yaitu mengakui kelemahan dan dosa masa lalu, mengusir keinginan-keinginan tak perlu yang dilambangkan dengan tujuh setan.
Betapa mengerikannya dunia kaum perempuan di dalam gambaran agama samawi barangkali bisa dilukiskan dalam puisi berjudul "perempuan yang melawan dengan bungkam" dimana ia bisa dilepaskan oleh suaminya untuk menyelamatkan harga diri suaminya itu ke tengah-tengah kaum biadab. Pertama, posisi perempuan dalam puisi atau kisah itu berada di bawah laki-laki. Kedua, posisi perempuan mudah sekali menjadi korban. Yang hilang dari penggambaran itu kisah selanjutnya di mana perempuan itu kemudian dimutilasi oleh suaminya untuk dikirim ke wangsa-wangsa selain Benyamin dari puak Israel sebagai awal dari perang besar di Gibea.
Namun dalam memahami kitab Hakim-hakim yang menjadi dasar dari kisah yang mirip dengan kisah Luth itu, adalah betapa merosotnya moral bangsa pada waktu itu hingga seorang Lewi, suku yang ditunjuk untuk menjadi imam-imam bait suci (si suami) yang seharusnya menjaga diri dari pernikahan kudus, justru bisa melakukan poligami. Kemudian, jika dalam kisah Luth, para penggedor pintu tidak mau melakukan hubungan seksual dengan anak perempuan Luth, dalam kisah ini, mereka mau menerima gundik tamu orang Gibea itu. Jadi, boleh dikatakan, peristiwa di Gibea ini adalah kondisi yang ekstrim dalam hubungan suami - istri, laki-laki dan perempuan di masa itu.
Hanya ada tujuh puisi panjang (lebih dari dua bait) dalam kumpulan puisi ini. Selebihnya adalah puisi-puisi pendek yang disusun sedikitnya dua baris. Puisi-puisi pendek dalam kumpulan puisi ini adalah semacam pernyataan definitif terhadap kata yang menjadi judul puisinya. Contohnya seperti puisi berjudul abigail atau herodias berikut;

abigail
kecantikan dan kecerdasan yang tak lekang
oleh hujan gegabah seorang nabal yang bebal

 

herodias
perempuan mabuk yang meminta
kepala orang sebagai hadiah
ulang tahun

Bagi yang awam dengan nama-nama yang disajikan sebagai judul puisi tersebut, perlu baginya mencari tahu lebih dahulu sesuatu sebelum akhirnya memahami bahwa puisi tersebut terkait dengan sebuah peristiwa dengan sumber alkitab. Meskipun dalam buku ini hampir setiap puisi diberikan ilustrasi tidak membuat pembaca awam lebih cepat memahaminya.
Meski secara umum puisi-puisi dalam buku ini menggunakan kacamata orang pertama memandang orang ketiga, namun ada pula puisi yang membaurkan beberapa orang ketiga dalam satu puisi, contohnya puisi berjudul ester. Dimana dalam puisi itu ada sudut pandang dari mordekai, xerxes, dan ester sekaligus. Di samping itu, ada pula puisi yang menggunakan aku lirik seperti puisi persembahan janda miskin, atau puisi perempuan yang dua belas tahun pendarahan.
Sebenarnya, gambaran betapa peran perempuan itu sangat kuat dalam sejarah agama samawi tergambarkan dengan baik lewat puisi berjudul dina, utamanya pada bait keduanya yaitu;

terlalu naif kaupercaya
satu perempuan bisa habisi
lakilaki satu kota

Dalam kisah yang ada pada kitab Kejadian pasal 34 ini, Dina disukai oleh Sikhem anak Hemor, Raja Hewi. Setelah menculik dan menggauli Dina, Sikhem meminta Hemor pergi menghadap Yakub untuk meminang Dina. Mendengar Dina sudah direndahkan oleh Sikhem, Yakub meminta syarat bahwa semua laki-laki Hewi harus disunat sebelum pernikahan diadakan. Para laki-laki Hewi berpikiran licik bahwa syarat itu akan memudahkan mereka memasuki kota Yakub dan menguasainya kelak. Namun, Simeon dan Lewi, anak-anak Yakub, kemudian datang dan membunuh semua laki-laki Hewi yang tengah kesakitan karena disunat.
Dari kisah ini sebenarnya jelas menunjukkan kehormatan perempuan menjadi hal utama bagi bangsa Israel. Seluruh laki-laki Hewi bisa sebanding hanya dengan satu orang perempuan anak Yakub.
Barangkali, memang niat Ita Siregar tidak sampai untuk menggugat posisi, peran, dan martabat perempuan dalam lingkup alkitab, secara luasnya agama samawi, karena pada beberapa puisi justru peran dan posisi perempuan menjadi jauh lebih tinggi dari laki-laki. Seperti tecermin pada puisi "perempuan di sumur" yang isinya sebagai berikut;

lelaki ganteng yang baru sekali kujumpa
di sumur itu tahu aku sudah lima kali
ganti suami
OMG!
nampak adanya semacam upaya penceritaan dengan gaya berbeda, unik, dengan sudut pandang perempuan dalam mengulik, mengetengahkan kembali kisah-kisah dalam alkitab, khususnya melalui tokoh-tokoh perempuan yang ada.
Sayangnya, ada tokoh perempuan yang luput dalam penggarapan buku puisi ini yang seharusnya bisa sangat menggambarkan betapa posisi perempuan dalam sejarah agama samawi ini bisa begitu tinggi.
Ia bernama Debora. Atau bisa ditulis Dvora. Arti dari namanya adalah lebah. Namanya menggambarkan bahwa masyarakat Israel pada saat itu dipimpin oleh seorang ratu. Debora adalah hakim, imam, dan nabiah bangsa yang dipatuhi selama 40 tahun setelah kematian Yosua, dan pemerintahan tiga hakim laki-laki sebelumnya.
Dan ada peristiwa lain dalam masa pemerintahan Debora yang juga melibatkan seorang perempuan lain. Yael, namanya, arti namanya Tuhanku Allahku. Ia adalah perempuan yang melakukan perintah Debora untuk membunuh seorang panglima tentara musuh bernama Sisera. Hal ini karena Barak, panglima Israel takut untuk menghadapinya.

Tangsel, Desember 2021

Komentar

Bunga Rampai Ita Siregar mengatakan…
Waw, terima kasih banyak, Kang Dedy atas pelbacaan buku Ia dinamai perempuan. Sangat berharga. Tentang Debora, sekarang saya berpikir, kenapa dia tak termasuk ke 54 nama. Memang nama-nama di buku berloncatan keluar, jadi itulah yang dipetik. Tidak bsrpikir lagi. Terima kasih Kang.

Postingan populer dari blog ini

Pesan-Pesan Subliminal dan Penyair Sebagai Medium

Penyair sebagai Saksi dan/ atau Puisi Sebagai Kesaksian - Ulasan Buku "Nanas Kerang Ungu" Ferdi Afrar

Malaikat Cacat