Bertemu Monster dalam Bahasa Puisi

Judul : Lanang
Penulis : Yonathan Rahardjo
Penerbit : Pustaka Alvabet
Tebal :
Harga : Rp. 55.000,-

Lupakanlah logika bahasa dan menalar segala bentuk moral juga kebenaran dalam cerita ini. Bahasanya yang entah karena emosi dibuat rumit seperti puisi menjadi semacam tembok dalam labirin yang coba dibangun oleh pengarangnya.

Kritikan terhadap cara berbahasa dari novel ini sudah banyak diungkap orang lain. Untuk itu, rasanya dari awal pembahasan ini perlu diingatkan calon pembaca mengenai hal yang satu itu.

Terlepas dari kerumitan bahasa dan vulgarisme yang dianut oleh penulis, ada ide baru yang hendak digugat olehnya. Kecenderungan sastra yang menonjolkan feminimisme (gugatan isi hati perempuan terhadap dominasi lelaki) ingin ditentang oleh penulis sebagaimana termaksud dengan judul "Lanang" ini.

Lanang selain sebagai nama tokoh utama juga menggambarkan hal yang ingin dicapai oleh tokoh utama tersebut dalam kehidupannya. Bermain-main di ranah seksual dengan berbagai jenis wanita bahkan binatang menjadi salah satu cara baginya untuk mendapatkan predikat "jantan" itu.

Salah satu cara untuk bisa menikmati novel ini juga adalah dengan melupakan seekor monster berbentuk burung babi hutan yang pastinya akan menimbulkan tanda tanya besar. Bagaimana caranya menciptakan monster itu? Atau lebih lanjut : Apakah kegunaan sebenarnya dengan percobaan dokter Dewi dan perusahaan itu menciptakan burung babi hutan? Karena memang tak perlu hal itu ditanyakan di sini.

Adalah Stephen King yang menanamkan cara menjalarkan ketakutan ke benak pembaca dengan baik dengan alien-alien yang oleh pembaca jarang ditebak di bagian awal seperti apa bentuknya. Mungkin kengerian inilah yang hendak dibangun oleh Yonathan Rahardjo dengan monster burung babi hutannya. Pesan moral yang ingin ditunjukkan jelas : Hati-hati dengan rekayasa genetika!

Dengan isu itulah saya kira, Lanang menjadi catatan tersendiri. Karena novel Indonesia yang membahas isu transgenik bisa dikatakan belum ada. Saya membandingkan novel ini dengan novel yang dulu pernah saya baca "Almost Adam." Temanya hampir serupa tentang lingkungan mahluk hidup dan evolusi. Bedanya jika "Almost Adam" berpihak pada missing link, Lanang memberontak pada evolusi ke depan : rekayasa genetika. Meskipun demikian, hal-hal erotik dalam kedua novel ini sangat bertentangan. "Almost Adam" menggarap sisi persetubuhan dengan kata-kata yang filosofis dan ilmiah, sedangkan "Lanang" tampak kedodoran di sisi yang sama.

Ada pendapat untuk "Lanang" ini dikategorikan sebagai novel puisi. Atau setidaknya novel dengan bahasa yang puitis. Pendapat saya sebagai pembaca, puitis atau tidak tergantung dari pemilihan kata yang dilakukan oleh penulis. Beberapa karya yang pernah saya baca nampak puitis karena rima yang dijaga dan penggambaran suasananya yang halus. Salah satu bagian dari "Mahasati" karya Qaris Tajudin salah satunya.

Dedy Tri Riyadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan-Pesan Subliminal dan Penyair Sebagai Medium

Penyair sebagai Saksi dan/ atau Puisi Sebagai Kesaksian - Ulasan Buku "Nanas Kerang Ungu" Ferdi Afrar

Malaikat Cacat